Kuraih asa terindah, hanya dalam sujudku. Kupasrahkan segala rindu, hanya diatas sajadah biru.
Ahh.. aku rindu Papaku..
Papa yang dulu sering tak kurespon teleponnya. Bahkan ku-reject teleponnya, hanya karena aku sedang sibuk dengan pekerjaanku. Papa yang dulu sering aku buat susah, aku buat gundah. Papa yang dulu sering tak kudengar kata-katanya. Papa yang dulu selalu ingin dekat denganku, namun terkadang aku membatasi hubunganku, hanya karena aku merasa takut dengannya. Aku segan padanya. Aku takut pada amarahnya. Aku takut pada sifat kerasnya.
Pa.. aku rindu perhatianmu. Rindu kehadiranmu. Rindu tatapan cintamu. Rindu kasih sayangmu. Di dunia ini, tak ada yang memperlakukan sama sepertimu.Tak ada bahu yang sama sepertimu. Tak ada dada bidang yang sama sepertimu. Dan tak ada cinta sepertimu.
Biru Cintaku Untukmu
Mendayung Rejeki Dari Sungai Ke Sungai
Mengayuh dayung perahu kesana kemari, mencoba mengais rejeki menjajakan berbagai penganan dan minuman ringan berjejer diatas sampan kecil miliknya kepada siapa saja yang ia temui di pinggir sungai menjadi bagian keseharian yang harus mereka lalui demi menopang perekonomian keluarga di rumah.
Solma (50) sudah dua tahun belakangan tak kenal lelah berjualan jajanan terapung, terlebih jika ada perhelatan acara bidar mini yang hampir setiap minggu digelar di berbagai sudut sungai yang mengitari Kelurahan Karya Jaya Kertapati Palembang. Ia sama seperti penjual makanan terapung lainnya, membuat sendiri penganan seperti pempek, gorengan, hingga manisan kedondong, untuk dijual. Sejak pagi hari, ia mempersiapkan penganan, lengkap dengan berbagai jenis minuman yang ia susun rapi di atas sampan tua nya.
Biasanya, lomba bidar mini diadakan sedari siang hingga sore hari. Disaat itu pula ia bisa mengais rupiah, terutama dari para penonton bidar mini yang selalu antusias tiap minggunya disana. “Lumayan, Nak. Kalau ada acara seperti itu, saya bisa dapet Rp 100 ribu,” katanya.
Meski ada sekitar 50-an warga yang juga berprofesi sama seperti dirinya, namun Solma tak gentar, karena ia yakin rejekinya sudah diatur Yang Maha Kuasa. Selain pempek dan gorengan, terkadang ia juga membuat penganan lain seperti klepon, keripik dan ketan.
Solma bukan penjual makanan terapung sejati. Ia juga membuka warung sayur di rumahnya, di RT 22 Kelurahan Karya Jaya Kecamatan Kertapati Palembang. Setiap 3 kali seminggu, ia membeli berbagai sayur mayur dan kebutuhan berjualan di pasar Kertapati.
Namun, seringkali sayur yang ia jual tak habis, dan merugi. Betapa tidak, untuk membeli sayur di pasar, ia harus merogoh kocek hingga Rp 20 ribu per hari. Belum lagi jika meminta bantuan tukang pengangkut barang dan menyewa perahu ketek untuk bisa sampai ke rumah.
“Jika memungkinkan, saya jual sayur terapung keliling 3x seminggu, tapi jika tidak saya jualan dirumah saja, sembari mengurus rumah,” ujar ibu tiga anak ini.
Meski penghasilan satu hari hanya berkisar puluhan ribu saja, toh Solma tak pernah mengeluh. Ia tetap mencari rejeki lain dengan mengurus lahan pertanian orang lain. Ya, sehari-hari ia dan suami juga turut bertani, mengais rejeki dari padi yang menguning setahun sekali. “Kalau sekarang, kami semua sedang gagal panen. Tapi tidak boleh putus asa, kalau gagal ya coba lagi,” tuturnya.
Sembari menunggu acara bidar mini yang biasanya diadakan seminggu sekali, ia berjualan sayur dan gorengan dirumahnya, demi tetap menyambung hidup.
Angin Segar Di Pasar Terapung Sekanak
Pemerintah Kota Palembang mengujicoba Pasar Terapung Sekanak, dengan mengundang para penjual makanan terapung dari Kelurahan Karya Jaya. Ini menjadi angin segar bagi pendapatan warga, apalagi bagi Solma.
“Iya, tapi saya mau lihat dahulu bagaimana perkembangannya. Karena lokasi ini jauh dari rumah, jika tidak dibantu dengan perahu ketek, jauh sekali untuk menjangkau kesini,” tuturnya.
Solma mengungkapkan, selagi dirinya masih sanggup mendayung, ia akan terus mengais rejeki dari sungai ke sungai. Dari profesinya, ia dan suami mampu menyekolahkan ketiga anaknya hingga ke tingkat sekolah menengah atas.
“Anak pertama sudah lulus SMA, anak kedua lulus SMA dan sudah menikah juga, anak ketiga masih sekolah SMP kelas 1. Kami antarkan anak menuntut ilmu semampu kami,” tuturnya. (RuL/17)
Sosok Dibalik Indahnya Kasur Lihab
Di usia yang tak lagi muda, tangannya pun nampak masih terlihat cekatan mengayunkan jarum dan benang, menjahit pinggir kasur lihab yang terbentang dihadapannya. Sesekali jarum ia letakkan sebentar, untuk kemudian mengambil kayu bantu untuk memasukkan kapuk ke dalam kasur lihab dan kembali menjahitnya.
Sesekali juga ia pun membenahi masker yang menutupi hidung dan mulutnya, agar kapuk yang beterbangan tidak merusak paru-parunya. Dan jika merasa pegal, ia berpindah tempat duduk, mendekati pintu kecil di sudut ruangan tersebut agar mendapatkan cahaya lebih untuk menjahit.
Kolong rumah panggung tempat mereka bekerja penuh dengan kapuk, bukan hanya yang ditumpuk, tetapi juga kapuk yang beterbangan kesana-kemari. Dan jika ingin berdiri, mereka harus berhati-hati karena rendahnya atap kolong yang menjadi bernaungnya kerja mereka disana. Di sisi atap, terpasang juga seutas tali yang digunakan untuk menggantung kasur lihab, jika belum selesai dikerjakan.
Rutinitas seperti inilah yang dilakoni Rodiah (50) sejak tahun 1986 silam, di bawah rumah panggung di kawasan 27 ilir Palembang. Ya, Rodiah merupakan salah satu pengrajin kasur lihab.
Meski kini kasur kapuk sudah tergantikan dengan springbed, namun nyatanya kasur lihab sendiri masih bertahan hingga kini. Menurut rodiah, dalam sehari ia masih bisa mengerjakan hingga 10 buah kasur lihab.
“Sesuai sama kemampuan saja, Nak. Lagian, kadang permintaan dari toko juga cuma segitu jumlahnya sehari. Yang penting ada yang dikerjakan saja,” ucapnya pasrah.
Rodiah bertugas menjahit pinggir kasur lihab saja, sementara tugas memasukkan kapuk ke bagian dalam kasur biasanya dilakukan oleh laki-laki. Selain kasur lihab, tukang randu juga membuat sajadah lihab yang hingga kini juga masih menjadi pilihan masyarakat kota Palembang.
Salah seorang pengrajin kasur lihab lainnya, Marini (63), juga menuturkan, hidup sebagai pengrajin kasur lihab di masa sekarang. “Kalau dulu, kasur kapuk untuk tidur masih berjaya. Tapi sekarang kasur kapuk sudah jarang. Kasur lihab juga tidak selaris dulu,” ungkap ibu tiga anak ini.
Upah yang Marini terima hanya berkisar Rp 200 ribu per minggu, karena ia hanya sanggup mengerjakan 3 sampai 4 kasur lihab saja, dengan jam kerja mulai pukul 9 hingga pukul 5 sore. Kini, hanya tinggal beberapa orang pengrajin kasur lihab yang masih bertahan, dari puluhan pengrajin yang dulu ada. Mereka tetap bersemangat mengayunkan tangan menjahit kasur lihab tanpa kenal lelah. Banyak pengrajin yang sudah meninggalkan profesi mereka karena permintaan kasur lihab tidak sebanyak dahulu.
Hasil kerajinan mereka, untuk memenuhi permintaan toko-toko penjual kasur lihab yang ada di sentral Kasur Lihab Jalan Mujahidin 26 Ilir Palembang. Kasur lihab sendiri biasanya digunakan untuk di ruang keluarga, atau biasa juga digunakan di ruang bermain anak dan ruang santai lainnya.
Variasikan Bahan Kasur Lihab
Dari Rodiah dan Marini, mereka banyak bercerita tentang kejayaan kasur lihab, hingga kini. Termasuk berbagai inovasi yang dilakukan penjual, agar kasur lihab tetap bertahan dari masa ke masa.
Jika dahulu kasur lihab umumnya berbahan dasar parasut, tetapi kini sudah banyak modifikasi dan variasi kasur lihab. Sebelumnya, kasur lihab identik dengan bahan parasut, desain bahan polos dipinggir, dan motif ditengah kasur.
“Kalau sekarang, sudah banyak pilihan bahan yang diinginkan, seperti bahan katun, saten, sutra dan pelangi,” kata Marini, sambil tetap mengayunkan jarum dan benang.
Selain jenis bahan, kasur lihab juga dimodifikasi bukan hanya sebatas kasur, melainkan dibuat pula dalam bentuk sajadah dan dudukan nganten untuk pelaminan.
“Kasur ada banyak pilihan ukuran, nomor 1, nomor 2 dan nomor 3. Lalu ada kasur bayi dengan pilihan bahan lembut, sesuai keinginan pembeli. Ada juga sajadah yang eksklusif, dibuat dari pilihan bahan katun dan songket, yang biasanya orang toko jual sampe 300ribuan,” papar Marini.
Harga Kasur Lihab Masih Tinggi
Diketahui, kapuk pengisi kasur lihab masih berkisar Rp 30 ribu per kilonya. Wajar jika harga kasur lihab sendiri masih terkategori tinggi oleh sebagian masyarakat. Untuk kasur lihab parasut ukuran nomor 1 (180×200 cm) berkisar antara Rp 375 ribu, ukuran nomor 2 (160×200 cm) berkisar antara Rp 350 ribu, ukuran nomor 3 (140×200 cm) berkisar Rp 300 ribu. Sementara, kasur lihab dibanderol mulai Rp 700 ribu, dan sajadah saten mulai Rp 190 ribu.
Ada keinginan untuk membeli kasur lihab? Langsung saja melipir ke kawasan Pasar 26 Ilir. Disini terdapat toko-toko penjual kasur lihab terbaik dari hasil tangan-tangan terampil pengrajin yang sudah puluhan tahun menggeluti profesi tersebut. (RL/17)
Liputan Bidar Mini. Seru! (2)
Dari pagi, salah jadwal krn diinfoin jam 8 pagi. Berangkat dari rumah jam 7 pagi. Sampe lokasi, ternyata jadwal lombanya jam 1 siang 😑 Sempet keki krn rasa lapar, sementara cuma ada penjual rempeyek di Boom Muaro Kelingi ini. Tapi ternyata gak sia2. View sungai di pagi hari, ditambah lomba yang seru abis, gak jd ngeluh 😂
Eniwey, pengen nulis juga tentang kehidupan penjual sayur keliling yg make perahu ketek, trus pengen nulis ttg kehidupan masyarakat pinggir Sungai Pada Bonggoh.
Sejak dulu, antar desa cuma dihubungkan dengan perahu ketek. Kalo mau nyebrang, siapin duit 2ribu untuk orang dewasa, dan 1ribu buat anak sekolah. I love this way. Thankyou Allah.
Liputan Bidar Mini. Seru!
Menjaga tradisi Bidar Mini agar tetap Lestari
Seputarsumsel.com, Palembang - Apa jadinya jika Halilintar, Raja Rimba, Raja Sirep, Serunting Sakti, hingga Buaya Buras beradu diatas Sungai Pada Bonggoh?. Jawabannya, seru!. Nama-nama ini merupakan nama beken bidar mini yang mengikuti perlombaan Bidar Mini dalam rangka Ulangtahun Kelurahan Karya Jaya Kecamatan Kertapati yang ke-40.
Sebanyak 65 perahu bidar mini yang didayungi oleh 5 orang, mengikuti perlombaan yang memperebutkan piala bergilir Lurah Karya Jaya ini.
Kepada Seputarsumsel.com, Lurah Karya Jaya, M Yusli mengatakan, dirinya menyambut baik ide dari para tokoh masyarakat, ketua RT dan RW yang berada di Kelurahan Karya Jaya untuk menggelar perlombaan ini.
"Dan perlombaan digelar semuanya berkat swadaya masyarakat. Lomba bidar mini ini sendiri sempat mati suri sekitar 3-4 tahun, sehingga saya dan masyarakat bersemangat untuk memunculkan lagi tradisi ini. Ulangtahun kelurahan sendiri jatuh pada tanggal 29 Januari lalu, namun baru kami realisasikan di hari ini," kata Yusli, Minggu (5/2) di Boom Muaro Kelingi, Kelurahan Karya Jaya.
Tercatat, sudah lebih dari 20 kali lomba bidar ini digelar, dan selalu diramaikan oleh masyarakat kelurahan Karya Jaya. Hal inilah yang membuat Kepala Pariwisata Kota Palembang, Isnaini Madani ingin memasukkan perlombaan ini dalam kalender pariwisata.
"Akan sangat bagus jika dikemas dalam pariwisata Kota Palembang, dan menghasilkan economic value. Selain itu, bisa kita dimasukkan pula kedalam calendar of event, sehingga bukan hanya masyarakat sekitar saja yang menyaksikan perlombaan bidar mini ini. Wisatawan lokal maupun mancanegara juga bisa. Jika bidar mini akan diadakan lagi, saya bisa memasukkannya dalam kalender tahun ini," tegas Isnaini.
Selain itu, ia juga menilai, budaya seperti ini juga bisa menjadi salah satu pertunjukan yang bisa dimasukkan dalam paket wisata, bekerjasama dengan tour and travel yang ada di Kota Palembang.
Walikota Palembang, Harnojoyo juga berkesempatan untuk meninjau langsung jalannya perlombaan bidar mini ini. Dikatakannya, tradisi seperti ini juga patut dilestarikan, agar menjadi suatu ikatan kebersamaan antar masyarakat.
"Dahulu, kan perahu bidar atau yang juga disebut perahu calang ini adalah perahu yang berfungsi untuk menghalau perompak yang ingin mengganggu kerajaan Sriwijaya dari wilayah sungai. Oleh karena itu, tradisi seperti ini jangan sampai hilang. Animo masyarakat luar biasa, saya salut. Bukan tidak mungkin, selain dimasukkan dalam kalender event pariwisata Kota Palembang, bidar mini ini akan saya munculkan dalam perhelatan Asean Games 2018 nanti," katanya bangga.
Pembangunan Jembatan Musi 5 Menyatukan Masyarakat Pinggir Sungai
Adanya permintaan masyarakat untuk meminta kepada Pemerintah Kota Palembang agar dibuatkan jembatan penghubung antara boom Muara Kelingi dengan desa seberang, turut menjadi perhatian Harnojoyo. Dikatakan Harno, pembangunan akan terus berlanjut dan mengedepankan kepentingan masyarakat.
"Saat ini sudah ada pembangunan musi 4, musi 5 dan musi 6, dimana musi 5 akan menjadi jembatan penghubung melewati sungai keramasan ini. Semua demi kelancaran transportasi yang ada di wilayah perairan," katanya mantap.
Budaya bidar mini ini sudah sejak lama menjadi tradisi masyarakat di kawasan Sungai Pada Bonggoh, khususnya masyarakat yang berada di kelurahan Karya Jaya. Yuk, kita lestarikan bersama dengan memberikan dukungan kepada pemerintah, agar tradisi seperti ini bisa terus berjalan. (Nurul/17)
http://seputarsumsel.com/menjaga-tradisi-bidar-mini-agar-tetap-lestari/
Lavender-ku
Menilik hati terdalam
Cinta ini terukir menawan
Bagai lavender di kejauhan. Aku ingin duduk diantara lavender-lavender itu.
Sayang, hujan tumpah ke bumi, melarang.
Menggenangi jalan menuju ke lavender ku.
Membanjirinya dengan desahan putus asa.
Kau tahu, jalan ini hanya setapak. Bebatuan kecil mencoba melerai tanah kehidupan.
Asa seolah menghilang, tak ingin melalui setapak itu.
Kau tahu, ada payung biru di jemariku.
Air yang jatuh itu tiada arti. Kita lah yang menjadi penadah.
Mengapa kau memilih terdiam, dan berhenti berjalan.
Bebatuan itu kecil, tak menghalangi cinta yang tertawan masa.
Jalan setapak bisa dipijak, asal rindumu tak berbatas.
Ayolah, lavender itu menunggu.
Seperti ukiran cinta di langit sendu. Aku menunggu lavender-ku.
Jalan Asia Plaju, Kampung Produsen Tempe Di Palembang