RSS

Papa..

Penghormatan Untuk Sang Bripka

Al-Qur'an mungil pemberian dari cinta pertamaku baru saja kuletakkan kembali ke tempatnya, di rak buku paling atas dikamarku. Sembari melipat mukena, masih betah duduk diatas sajadah, kuputar bola mata kearah meja mini di sudut kamar. Fotoku bersama sang cinta pertama saat wisudaku tiga tahun lalu. Cinta pertamaku, Papa...

Sejenak saja, mataku sudah berkaca-kaca. Hari ini, ulangtahun bidadari terbaik dari Allah SWT yang ke-52 tahun. Bidadari yang kupanggil Mama. Bidadari pilihan sang cinta pertama sejak 29 tahun yang lalu. Andai Papa masih ada di dunia, pasti ulangtahun Mama tahun ini akan dihadiahi dengan sujudnya kening Mama di tangan Papa.

Di usianya yang sudah menua, bidadariku masih bekerja. Penuh rasa syukur, beliau masih ingin membanting tulang. Usaha yang kami punya belumlah cukup untuk membiayai kebutuhan kami sekeluarga. Dua adikku masih menimba ilmu di perguruan tinggi, sementara si bungsu, jawara Catur peraih dua medali itu baru saja memakai seragam putih-biru tahun ajaran baru lalu. Wajar saja, jika surga ada di telapak kakinya, sang bidadari terbaik pilihan Allah SWT.

Toko buku yang digabung dengan fotokopi. Amat sangat mensyukuri nikmat Allah SWT yang mengabulkan cita-cita sederhanaku sejak kecil, punya toko buku. Dan toko fotokopi merupakan keinginan dari Papa sejak dulu. Allah SWT Maha Adil. Tak dibiarkannya kami meratapi kehilangan sosok kepala keluarga dengan ketakutan akan kerasnya kehidupan. Betapa Allah SWT Maha Pemberi Rezeki bagi hamba-Nya yang berusaha dan berdoa.

Kuambil android-ku, masih dengan bawahan mukena yang masih terpakai diatas sajadah. Pelan, kubuka kembali tulisan di blog-ku dua tahun lalu.

20 Februari 2012, di makam Bripka H Abdullah Kadir.

Tanah basah berwarna merah itu bertambah basah diguyur hujan. Nisan kayu yang tertancap disisi kepala dan kaki makam, berdiri dalam kebisuan. Tak ada yang bisa meramal sebelumnya, jika yang ada dalam makam itu adalah Papa..

 Pa..beribu sumpah kuucapkan, ttkala tubuh kakumu sampai dirumah, dikeluarkan dari peti, dan diletakkan diatas kasur tempatmu biasa beristirahat. Kami tak kuasa menahan semua kepedihan yang ada.. Dan saat perlahan-lahan kafan mu dibuka hanya dibagian wajah, engkau tak tahu betapa hancur hati kami yang melihat semua itu. Wajahmu dengan senyum tercipta dibibirmu, menambah kepedihan dan raungan dari lubuk hatiku..

Pa.. betapa penyesalan sudah tak ada artinya lagi. Betapa kilas kenangan dengan mu begitu memenuhi rongga ingatanku. Engkau yang begitu tegar, penuh kharisma, dan selalu memberikan motivasi terbaik bagi kami, anak-anakmu, dihadapan kami saat itu, sudah kaku tak bernyawa.

Pa.. andai aku boleh memilih, biarlah nyawa ini ditukar dengan nyawamu, agar aku bisa menggantikan tempatmu kini. Gelap, dan seorang diri. Andai aku bisa, Pa. Bahkan untuk memandikan dan mengkafani jenazah Papa pun aku tak memiliki kesempatan. Mengapa engkau meninggalkan kami di pulau lain, saat ketiga anakmu yang lain tak berada disisimu?.

Engkau tahu, Pa.. Aku baru berusia 22 tahun, aku belum mengetahui arah hidupku. Belum mengetahui, apa yang terbaik untukku. Abdul, anak lelakimu satu-satunya yang masih hidup baru berusia 21 tahun. Mutiara, anak keempatmu, baru beranjak remaja 17 tahun, dan tak sampai 2 bulan lagi akan menghadapi ujian nasional tingkat SMA. Dan saat jenazahmu sampai di Palembang dari Jakarta pada  tanggal 20 Februari, jenazahmu adalah kado yang harus Indah, anak bungsumu terima diusianya tepat 10 tahun pada hari itu.. Indah belum mengerti apa-apa. Belum mengerti jika ia sudah tidak bisa melihat Papa lagi untuk selama-lamanya.

 Pa.. aku tak sempat mengucapkan maaf untuk kesekian kalinya padamu. Hanya bisa mencium kakimu untuk terakhir kalinya. Mencium pipi dan keningmu seraya meminta maaf atas semua kesalahan-kesalahanku padamu. Meminta ampun atas semua dosa yang pernah kulakukan.. Kilas balik semua itu begitu cepat melintasi ingatan-ingatanku.

Sms terakhirmu satu hari sebelum ajal menjemput, masih tersimpan di inbox handphone-ku, "Untuk kesembuhan Papa, jangan meminta kesembuhan, tapi mintalah yang terbaik dari Allah SWT. InsyaAllah, semua yang terjadi adalah memang takdir-Nya." Tapi dikala kabar yang kami terima adalah kabar kepergianmu untuk selama-lamanya, aku terus bertanya, apakah ini yang terbaik?. Saat ini kuungkapkan, bahwa aku benar-benar tak sanggup, Pa...

 Pesanmu untukku yang engkau katakan berkali-kali sebelum keberangkatanmu ke Jakarta kala itu, akan ku laksanakan.. Betapapun sulitnya usaha itu, jika demi kebahagiaanmu disana, insyaALLAH akan kulakukan, Pa.

"Papa sudah menjadikanmu seorang sarjana. Kamu anak tertua Papa sekarang. Jika kelak umur Papa tidak panjang, tugasmu adalah menjadikan adik-adikmu juga seorang sarjana dan bisa membanggakan Papa Mama dengan prestasi dan cita-cita yang kalian mau."

Mungkin kami belumsempat mengguratkan senyum kebanggaan dibibirmu semasa hidup. Tapi percayalah, Pa, walau kini kita berada di alam berbeda, kami tetap akan memberikan kebanggaan dengan kesuksesan kami suatu hari nanti.

Namun, andai kau mengerti, Pa.. anak-anakmu tak sanggup menjadi anak yatim..

Kuusap titik air terakhir yang membasahi pipi. Perlahan, aku berdiri dan berjalan kearah jendela kamar. Kusibakkan gorden biru. Kutengadahkan kepala sembari melihat langit malam dari jendela kamar. Bayang wajah cinta pertamaku ada disana. Di antara bintang-bintang yang berkelip. Tersenyum.

Semoga Allah SWT menempatkanmu disisi terbaik-Nya ya, Pa. Polisi terbaik yang sangat ditakuti para penjahat semasa hidup. Tak gentar oleh kejahatan dunia. Ratusan penjahat sudah kau taklukkan dengan pistolmu. Puluhan kasus kejahatan kau bongkar dengan kecerdikanmu. Sangat bangga padamu. Salam hormat dari anak-anakmu, wahai Pak Polisi. Bripka H Abdullah Kadir.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments0