RSS

Kepincut Cinta Tukang Ikan Asin

 Kepincut Cinta Tukang Ikan Asin
Fasya nelangsa. Ia duduk di pinggir pantai sendirian. Sesekali, Fasya mengusap air matanya. Fasya menundukkan kepala. Ia mengeluarkan hp dari kantong outer-nya. Wallpaper hpnya masih menggunakan foto Fasya bersama kekasihnya, Farel. Tangisnya bertambah deras. Ia merasa semakin nelangsa.
Benak Fasya masih mengingat dengan jelas peristiwa itu. Pertunangan Fasya dan Farel seminggu sebelumnya, gagal. Pesta pertunangan yang sejatinya berlangsung bahagia, tiba-tiba dikejutkan dengan kehadiran cewek yang mengaku selingkuhan Farel, bernama Nita. Nita menghentikan acara pertunangan, tepat disaat Farel akan memakaikan cincin tunangan di jari Fasya. Nita mengatakan, Farel dan dirinya sudah berpacaran sejak setahun belakangan, tanpa sepengetahuan  Fasya.
Fasya sangat terkejut mendengarnya. Ia langsung memutuskan untuk membatalkan pertunangannya. Farel berusaha untuk menjelaskan semuanya pada Fasya, namun Fasya sudah terlanjur kecewa dan malu. Papa Fasya yang memiliki riwayat penyakit jantung, langsung syok dan pingsan mendengar semua penjelasan dari Nita, yang mengatakan bahwa Farel sudah sering menginap di apartemen Nita. Papa Fasya langsung dilarikan ke rumah sakit. Tak lama, Papa Fasya menghembuskan nafas terakhirnya. Fasya sangat terpukul, begitupun dengan Mama Fasya. Kini, Fasya dan Mama hanya tinggal berdua.
Fasya masih sangat terpukul dan tidak bisa menerima takdir ini. Ia pamit kepada sang Mama untuk pergi sendirian ke pantai itu. Fasya ingin tenang.
Perlahan, Fasya berjalan menelusuri pasir pantai. Ia letakkan tasnya di pasir. Ia mendekatkan kakinya ke ombak yang membasahi pasir. Semakin lama, kakinya semakin basah, ia terus berjalan kedalam air laut. Fasya tak perduli. Air laut hampir menenggelamkan kepalanya.
Tiba-tiba ada sekelebat tangan merangkulnya dan berusaha memaksanya untuk mundur kembali. Ia terkejut. Cowok itu terus menarik Fasya sampai kembali ke pinggir pantai. Baju mereka basah kuyup. Cowok itu mengira, Fasya ingin bunuh diri. Fasya pun bingung. Pasalnya, Fasya hanya ingin berenang sebentar, untuk menentramkan pikirannya.
Cowok itu tak percaya. Ia mengatakan, kalau ingin berenang, mengapa tidak menggunakan baju renang. Dan terjadilah keributan. Fasya yang kesal langsung mendorong tubuh cowok itu, dan pulang ke penginapannya.
****
Esok hari, pagi-pagi Fasya berjalan menelusuri pantai itu lagi. Fasya ingin melihat sunrise. Ia memilih duduk di batu karang, untuk kemudian menyelonjorkan kakinya sehingga menyentuh ombak. Meski banyak tempat duduk di pinggir pantai, ia tak mau duduk disana.
Sunrise datang, Fasya seolah tak berkedip menatap keindahan alam itu. Tapi tiba-tiba ada suara yang mengejutkannya. Fasya pun menoleh, dan ternyata dia adalah cowok yang kemarin mengira ia mau bunuh diri. Fasya kesal. Ia mau pergi, namun cowok itu menghadangnya. Cowok itu memperkenalkan diri. Ia bernama Adin. Adin ingin meminta maaf kepada Fasya, atas kejadian kemarin. Fasya tertunduk. Ia juga meminta maaf, karena membuat orang berfikir bahwa ia ingin bunuh diri.
Pagi itu, menjadi pagi yang berkesan. Adin dan Fasya saling bercerita tentang laut. Adin menceritakan pekerjaannya sebagai nelayan di kampungnya di pinggir pantai itu. Sehari-hari, ia mendayung perahu ke tengah laut, untuk kemudian melempar jaring dan menangkap ikan.
Adin menanyakan, mengapa Fasya pergi ke pantai sendirian. Fasya yang masih merasa sangat sedih, memilih untuk tidak bercerita saat itu. Ia hanya mengatakan, laut bisa membuatnya tenang. Suara ombak adalah suara paling merdu di dunia. Dan Adin pun berpendapat demikian. Katanya, kalau kita ke pantai, dan menyapa Dewa Laut atau Neptunus, maka Neptunus akan memberikan ombak paling indah, agar kita bahagia melihatnya.
****
Adin kembali menemui Fasya. Ia ingin mengajak Fasya untuk ikut bersamanya, melaut demi menangkap ikan. Fasya pun senang. Keduanya segera berlayar, tak perduli dengan matahari yang mulai menampakkan panasnya. Ditengah laut, Adin melempar jaring. Fasya menikmati keindahan laut diatas perahu kecil itu. Namun, kelebat kesedihan membayangi tiba-tiba. Apalagi saat membayangi sosok sang almarhum Ayahnya yang meninggal secara tiba-tiba. Ia meneteskan air mata. Adin yang melihat tangis Fasya, terdiam. Ia menanyakan, mengapa Fasya tiba-tiba menangis.
Fasya pun dengan perlahan bercerita tentang semua yang ia alami. Adin diam mendengarkan semuanya. Lalu, Adin mengatakan. Setiap yang bernyawa pasti akan mati. Dan semua yang terjadi hanyalah perantara takdir. Lihatlah lautan yang luas ini, ibaratkan ini isi dunia. Kita tidak akan pernah tahu, ombak besar ataukah kecil, yang akan menyentuh perahu mereka. Dan yang harus dilakukan adalah tetap berdoa agar diberi keselamatan. Fasya tersenyum. Ia mulai mengagumi sosok Adin yang bijak.
Dan sebagai tanda perkenalan kepada Dewa Neptunus, mereka membuat origami berbentuk kapal, dan menghanyutkannya ke laut biru.
Pulang dari tengah laut, Adin mengajak Fasya kerumahnya yang sederhana. Rumah yang Adin tempati bersama ayahnya, sedangkan sang ibu sudah lama meninggal dunia. Ayah Adin yang melihat kedatangan mereka, langsung menawarkan ikan asin buatan mereka. Fasya yang tidak pernah mencicipi ikan asin selama hidup, awalnya merasa agak takut. Namun, Adin meyakinkan bahwa ikan asin ini sangat enak, apalagi disajikan dengan nasi hangat.
Setelah mencicipi, Fasya ternyata menyukai rasanya. Ayah Adin pun membungkusi sekantong penuh ikan asin untuk dibawa pulang Fasya. Fasya bertanya, mengapa begitu banyak ikan asin yang mereka buat. Namun, Adin mengisyaratkan sesuatu, sehingga Ayah Adin tidak jadi menjawab pertanyaan Fasya. Lalu, Adin hanya menjawab, hanya kebetulan saja mereka membuat banyak ikan asin hari ini.
****
Sudah beberapa hari Fasya berlibur ke pantai. Ia masih enggan untuk pulang. Ia makin kerasan disana, apalagi sejak ia dan Adin dekat. Adin banyak bercerita tentang laut, dan kekayaan alam yang ada didalamnya. Fasya yang memang juga sangat menyukai laut biru, merasa nyambung dengan obrolan-obrolan mereka.
            Setiap hari ia makan di rumah Adin, ditemani Ayah Adin yang ternyata juga menyukai kehadiran Fasya. Ayah Adin beranggapan jika Adin sudah banyak berubah dengan kehadiran Fasya. Adin terlihat lebih bergembira, suka berceloteh, tidak seperti sebelumnya yang tertutup dan jarang bicara. Fasya pun sudah menyukai ikan asin, yang menurutnya sangat gurih dan mengundang nafsu makan.
            Namun ternyata, ada sesosok perempuan yang tidak menyukai kedekatan Fasya dan Adin. Dia adalah Yuna, tetangga Adin yang sudah sejak lama menyukai Adin, namun tidak pernah mendapat tanggapan dari Adin.
****
Saat Fasya dan Adin berjalan menyusuri pinggir pantai dimalam hari, tiba-tiba ada ponsel Fasya berbunyi. Ada telepon dari Mamanya. Beliau meminta Fasya untuk segera pulang esok hari, karena ada hal penting yang ingin dibicarakan. Fasya terhenyak. Ia masih ingin berada di pantai ini, dan masih ingin bersama Adin. Namun, Adin mengatakan, jika mereka berjodoh untuk dipertemukan lagi, maka Adin akan mengajak Fasya untuk melaut lagi bersamanya, dan akan menunjukkan suatu tempat yang indah di laut itu. Dan Fasya pun mengiyakan.
Esoknya, Fasya kembali kerumahnya. Tiba di rumah, Mama Fasya menyambut anaknya denganm pelukan. Lalu, beliau mengatakan, Fasya harus segera belajar di kantor almarhum ayahnya, agar bisa mengurus usaha Real Estate yang dimiliki sang ayah. Mama Fasya menerangkan, saat ini usaha Papanya dalam keadaan gonjang-ganjing, karena banyak menderita kerugian akibat ditipu rekan bisnis Papanya. Fasya menyanggupi permintaan sang Mama.
Adin kesepian ditinggal Fasya. Apalagi ia dan Fasya tidak bisa berkomunikasi, karena tidak saling bertukar nomor hp atau media social. Namun, Adin yakin, jika memang berjodoh, maka mereka akan bertemu kembali. Yuna mendatangi Adin yang sedang duduk sendirian di tepi pantai. Ia mengatakan, Adin tidak boleh menyukai wanita kota, karena orang kota sudah mengganggu ketenangan kampung mereka. Di wilayah kampung mereka akan didirikan penginapan dan hotel besar, agar wisatawan bisa lebih leluasa untuk berlibur. Sementara, warga kampung banyak yang tidak menyetujui pembangunan ini, karena dianggap akan berdampak buruk bagi perekonomian dan pendapatan kampung mereka.
****
Bekerja dikantor Papanya, Fasya mempelajari banyak hal. Mamanya ikut membantu pekerjaannya. Suatu hari, tiba-tiba Nita datang kekantor Papa Fasya, dan langsung masuk ke ruangannya. Fasya sangat terkejut. Ia meminta Nita untuk segera pergi. Namun, Nita membawa berkas-berkas penting yang membuat Fasya makin terkejut. Perusahaan Papa Fasya diambang kehancuran, karena rekan bisnis Papa yang menipunya ternyata adalah perusahaan milik Nita. Fasya berang, apalagi saat  Nita mengatakan, ia sengaja berbohong terkait hubungannya dengan Farel, untuk membuat Papa Fasya syok dan terkena serangan jantung, agar perusahaan saingannya itu kehilangan sosok pemimpin. Fasya tak terima. Ia sangat marah. Ia langsung memanggil satpam untuk mengusir Nita.
Suatu hari, Farel datang. Farel meminta Fasya untuk kembali padanya. Fasya yang sudah mendengar pengakuan Nita, akhirnya memaafkan Farel, dan mereka kembali berpacaran. Farel turut membantu Fasya mengelola perusahaan. Ia menjadi asisten Fasya. Semakin lama, keuangan perusahaan kembali membaik. Namun tidak dengan Fasya.
Hati Fasya telah terpaut kepada sosok Adin. Ya, ia selalu memikirkan. Semakin hari, Fasya semakin merindukan Adin, dan 3 bulan kemudian akhirnya Fasya berniat untuk kembali berlibur ke pantai, namun tanpa sepengetahuan Farel.
****
Fasya kembali ke pantai untuk menemui Adin. Adin langsung mengajaknya berlayar. Mereka berperahu ke tengah laut, namun Adin mengarahkan perahunya ke batu karang indah yang ada di bagian lain pantai itu. Perahu dilabuhkan dipinggir batu karang. Adin membantu Fasya untuk naik keatas. Dari atas puncak batu karang itu, Fasya bisa melihat laut yang lebih luas lagi. Ia memejamkan mata, dan menikmati tamparan angin laut yang begitu sejuk. Adin mengatakan, inilah tempat paling indah di pantai itu. Tempat yang selalu ia datangi jika ia merasa sedih. Fasya berterimakasih pada Adin yang sudah menepati janji untuk mengajaknya ke puncak batu karang itu.
Malam harinya, mereka menikmati ombak laut di pinggir pantai. Namun, tiba-tiba Farel muncul. Fasya tidak menyangka Farel menyusulnya. Farel mengatakan, malam itu juga Fasya harus pulang bersamanya. Farel menjelaskan kepada Adin, bahwa Farel dan Fasya akan segera menikah. Adin kecewa dan patah hati.
Di rumah, Farel memarahi Fasya. Ia mengancam akan memutuskan hubungan dan tidak akan membantu Fasya lagi di perusahaannya, jika Fasya masih berhubungan dengan Adin. Mama Fasya pun mengiayakan. Beliau juga turut melarang Fasya untuk kembali ke pantai itu.
Namun Fasya terlanjur mencintai Adin, begitupun sebaliknya. Dalam hati, Fasya berdoa, jika suatu saat nanti, ia dipertemukan satu kali lagi dengan Adin di belahan bumi manapun, maka Adin adalah jodohnya.
****
Siang itu, Fasya mengecek lokasi pembangunan hotel dan penginapan yang sedang dikerjakan perusahaannya. Perumahan itu ternyata dibangun di dekat kawasan pantai favorit Fasya. Pantai tempat ia dan Adin selalu bersama. Namun, ia yang berkunjung bersama Farel, tidak bisa berbuat apa-apa, padahal ia ingin sekali menemui Adin.
Baru beberapa saat berdiri di kawasan pembangunan hotel, tiba-tiba Fasya dan Farel dikejutkan dengan kedatangan puluhan warga dari kampung terdekat. Mereka menyampaikan keberatan, jika ada hotel dan penginapan baru yang akan dibangun di kawasan ini, karena menurut mereka, dengan adanya pembangunan ini, penginapan milik warga yang terbilang sederhana itu tidak akan disewa lagi oleh para wisatawan. Mereka pun mengancam akan merusak rencana pembangunan itu jika tidak segera dihentikan.
Tiba-tiba, Adin muncul. Ia menerangkan kepada warga, bahwa pembangunan ini malah akan berdampak kepada kemajuan kampungnya. Adin menyelamatkan Fasya dari protes warga. Namun Farel tidak suka. Setelah kerumunan warga bubar, ia mengatakan kepada Adin, untuk tidak mencampuri urusan mereka.
Fasya bertanya mengapa Adin bisa ada di kawasan pembangunan hotel ini. Yuna menyusul Adin, langsung mendekati mereka. Fasya yang bertemu pandang dengan Yuna merasa heran, dan penasaran siapa Yuna, yang tiba-tiba langsung merangkul tangan Adin.
Belum sempat Adin menjawab, Farel datang dan langsung menarik Fasya masuk ke dalam mobil. Fasya tidak mau, tapi Farel terus memaksanya. Fasya menangis sepanjang perjalanan pulang. Ia teringat doa yang pernah ia ucapkan. Mungkinkah Adin jodohnya? Tapi siapa wanita itu?
****
Adin marah kepada Yuna, yang tiba-tiba merangkulnya begitu saja di hadapan Fasya. Ia mengatakan, bahwa Yuna tidak bisa memaksakan cinta seseorang. Yuna menangis.
****
Fasya tidak bisa berbuat apa-apa. Mama Fasya dengan tegas melarangnya, dan segera mempersiapkan pernikahan antara Fasya dan Farel. Orangtua Farel dan Mama Fasya sudah melakukan pertemuan keluarga, dan memutuskan untuk menikahkan keduanya satu bulan lagi.
Fasya sedih. Pikirannya tidak fokus untuk bekerja. Sore itu ia berniat untuk melepas penat ke cafe sendirian. Lewat didepan pintu ruangan Farel yang tak jauh dari ruangannya, ia mendengar suara percakapan dari telepon. Terdengar suara Farel berkata, jika ia sudah menikahi Fasya, maka ia akan langsung mengambil alih perusahaan Papa Fasya ini, dan akan menceraikannya untuk kemudian menikahi orang yang sedang berbicara dengannya. Fasya terkejut bukan kepalang. Namun, ia segera bersembunyi saat Farel menutup telepon dan keluar ruangan.
Diam-diam, Fasya mengikuti mobil Farel, menuju ke sebuah cafe. Tanpa sepengetahuan Farel, Fasya membuntutinya hingga masuk ke dalam cafe. Dan ternyata Farel hendak menemui Nita. Alangkah terkejutnya Fasya melihat semua ini. Dengan menahan tangis, ia berdiri dihadapan Nita dan Farel yang sedang berpegangan tangan mesra. Mereka tidak menyangka akan ketahuan oleh Fasya. Dengan tegas Fasya memutuskan hubungan dengan Farel saat itu juga. Fasya tidak pernah menyangka, bahwa Farel dan Nita bersekongkol untuk merebut perusahaan Papanya dengan cara licik.
Dengan membawa hati yang hancur, Fasya pulang kerumah, dan segera berkemas membawa beberapa bajunya. Ia ingin pergi menemui Adin.
****
Adin duduk di tepi pantai, menunggu kedatangan Fasya. Yuna mendekati Adin. Ia meminta maaf atas tindakannya waktu itu. Ia mengatakan, ia sudah merelakan Adin untuk Fasya.
Fasya dating ke pantai, namun ia melihat kebersamaan Adin dan Yuna di tepi pantai itu. Ia kecewa. Namun Adin melihatnya. Fasya berbalik dan lari, namun Adin dengan sigap mencegahnya. Pandangan mereka bertemu, dan Adin langsung memeluknya erat. Adin mengatakan, Yuna sudah menyesal dengan perbuatannya yang seolah ingin membuat Fasya cemburu. Ia ingin jujur pada Fasya, bahwa ia tidak mencintai Yuna. Ia hanya mencintai Fasya.
Adin menanyakan, bagaimana hubungannya dengan Farel. Dan Fasya pun menjelaskan semuanya, termasuk perasaan cintanya ke Adin.
Mama Fasya ternyata menyusul Fasya ke pantai. Mamanya merangkul Fasya, dan mengatakan sudah membatalkan rencana pernikahan Fasya dan Farel. Farel pun berterimakasih pada sang Mama. Yuna menyusul mereka, dan mengatakan jika memang benar Adin sangat mencintai Fasya, bukan dirinya.
Lalu, Fasya bertanya, apakah Mamanya merestui hubungannya dengan Adin. Mama Fasya menyetujui, namun ia ingin tahu siapa dan apa pekerjaan Adin.
Ternyata, Adin adalah seorang sarjana perikanan kelautan, dan membuka pabrik ikan asin, salai, dan ikan olahan lainnya di kawasan dekat pembangunan hotel yang dibangun perusahaan Fasya. Ia mengelola pabrik tersebut dan mempekerjakan orang-orang disekitar kawasan pantai, sehingga membuka lapangan kerja baru. Ia merangkul para nelayan disana untuk mendapatkan uang lebih, selain menjual ikan segar kepada pedagang pasar di kota. Ia adalah seorang pengusaha sukses, tanpa Fasya ketahui sebelumnya.
Kini, Nita dan Farel sudah ditangkap polisi dengan tuduhan penipuan. Adin melamar Fasya. Ia mewujudkan impian Fasya, menikah dengan sederhana di pinggir pantai. Ijab qobul diiringi suara ombak, dengan mas kawin sekilo ikan asin.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments0

SAJADAH BIRU

"Kamu itu mau nunggu apalagi?. Adikmu sudah nyuri start. Udah naik pelaminan duluan. Lah terus mau nunggu apalagi?. Apa harus kamu dilangkahin dua kali?".

Ucapan Bunda serasa petir menyambar di siang bolong. Aku sangat terkejut mendapatin kata-kata yang dilontarkannya. Bunda, wanita lemah lembut sedunia, tiba-tiba menjadi seperti dewa petir.

Aku diam seribu bahasa, tak mampu kujawab pertanyaan Bunda. Aku baru saja pulang bekerja. Kupilih untuk langsung masuk kekamar. Meninggalkan Bunda yang masih duduk di ruang tamu. Mungkin ia memang sengaja menungguku pulang.

Sujudku malam ini sangat lama. Ya, aku sangat bersedih. Kutumpahkan semua kesedihanku diatas sajadah biru dikamarku.

Sampai kapan aku harus menunggu, wahai Dzat Yang Maha Besar?, batinku menjerit. Apa salahku hingga aku tak kunjung dihalalkan? Dan airmataku tak berhenti menetes hingga dini hari.

***

"Ya sudah. Kalau memang mau kita nikah segera, kita bisa mengumpulkan uang sama-sama," ucap Mas Bara.

Aku terdiam. Tak pernah terlintas dalam pikiranku, jika harus mengumpulkan uang berdua.

"Berdua, Mas?. Maksudnya seperti apa?," tanyaku bingung.

"Iya. Kita nabungnya berdua. Masa semua biaya nikah Mas yang nanggung. Kan kita mau nikahnya berdua, ya harus seimbang lah. Dari mahar sampai biaya pesta, kita kumpulkan berdua. Ada masalah? ," tuturnya dengan nada sedikit meninggi.

Aku terhenyak. Nafasku tercekat. Nabung berdua? Seimbang? Bukankah sudah menjadi kewajiban laki-laki untuk memenuhi mahar?.

"Bukankah mahar adalah adalah kewajibanmu, Mas?," ucapku. Rasanya tubuhku bergetar hebat mendengar kata-katanya barusan.

"Aku tahu. Tapi tak ada salahnya, kan? Toh kamu yang mau disegerakan".

***

Siang itu, aku merasa cukup lelah beraktivitas. Pekerjaanku sebagai salah satu wartawan lokal didaerahku, membuatku harus rela berada dijalanan sepanjang hari, demi mencari berita. Kubelokkan motor kesayanganku kearah masjid besar di pinggir jalan protokol dikotaku. Rasanya tubuhku sudah tak sanggup menahan terik matahari yang menyengat.

Sepinya masjid siang ini ikut mempengaruhi suasana hati. Usai berpasrah dalam sujud terakhir Dzuhur tadi, aku merenung. Berhari-hari aku diliputi kebimbangan yang luar biasa. Konsentrasiku terpecah. Berita yang kubuat semakin sering dikoreksi redaktur. Tak beres.

Batinku menolak untuk menuruti semua kata-kata Mas Bara itu. Namun, logikaku juga tak mampu jika harus menentangnya. Aku mencintai Mas Bara.

Satu setengah tahun lamanya aku dan Mas Bara bersama. Ia adalah teman satu komunitas dikotaku. Dipertemukan karena seringnya aku dan dia berkomunikasi di komunitas ini. Ia yang supel, punya banyak teman,  mencuri perhatianku dengan keramahannya.

Aku tahu, tak ada istilah pacaran dalam Islam. Aku juga muslimah berjilbab, meski busanaku sehari-hari tergolong jauh dari busana muslimah.

Aku tak bisa memungkiri rasa cinta yang tumbuh subur. Di awal masa pacaran, ia sudah berkomitmen untuk serius, tak mau main-main.

Satu setengah tahun pula, susah senang kami lalui berdua. Tak kupungkiri rasa cinta yang semakin besar tatkala ia berkorban menjemputku jika kebetulan aku pulang larut malam, atau menyediakan waktu makan siang agar kami bisa makan bersama.

Namun, ada satu hal yang memang tak pernah tersentuh dari dulu. Ya, Mas Bara tak pernah berbicara mengenai kelanjutan hubungan kami. Pernah suatu hari aku bertanya, apakah kami bisa membicarakan masa depan. Dengan gamblang, Mas Bara menjawab," Nanti sajalah. Kita jalani saja dulu hubungan ini, sembari saling mengenal".

Kusandarkan punggungku di salah satu tiang masjid. Kuhela nafas panjang, seraya memejamkan mata. Apa yang harus aku lakukan?, batinku pedih. Bunda sudah sangat sering menanyakan keseriusan hubungan ini.

Tiga bulan lalu, adikku sudah melangkahiku menuju pelaminan. Meski sedih dan merasa nelangsa, kuijinkan pula adikku. Kata Bunda, tak boleh menghalangi jodoh orang yang datang lebih dulu.

Kuingat, pernah suatu kali Bunda berbicara empat mata denganku, dengan nada yang sedikit memohon.

"Nak, buat apa pacaran tak jelas arahnya kemana. Lama-lama nanti jadi gunjingan tetangga. Kamu kan tahu, Ayahmu sudah tidak ada lagi. Tinggal Bunda yang bisa jagain kamu dan adik-adik. Tolonglah, minta kejelasan sama Bara. Mau sampai kapan pacaran terus?. Kalau gak jodoh bagaimana?".

Bunda..

Airmataku turun perlahan. Cepat kuusap sebelum deras mengalir. Malu dengan jemaah perempuan di masjid ini. Perlahan kubuka mukenaku. Bergegas keluar masjid, menuju kantorku. Setor berita hari ini.

***

Pikiranku kosong. Kurang tidur berminggu-minggu. Masih saja kupaksakan bekerja, mengendarai motor kemana-mana. Semua pikiran di masjid tadi masih memenuhi otakku. Tanpa kusadari, mobil didepanku sudah memberikan aba-aba lampu sen kiri.

Braaaaakkkkkkkkkkkkkkkkk...

Stang motorku bengkok. Bagian depan hancur total. Aku tak sempat mengelak, dan terjadilah tabrakan mengerikan itu. Mukaku ikut 'hancur'. Bengkak parah dibagian hidung, karena menabrak langsung bagian belakang mobil. Sekian detik aku merasa tak bernafas. Ya Allah...

***

"Apa?. Kamu mau berhenti kerja?. Kamu yakin?," nada Mas Bara tiba-tiba meninggi.

Aku terdiam. Kutatap matanya yang juga menatapku tajam.

Ia pun melanjutkan ucapannya. "Trus kalau kamu berhenti kerja, rencana kita bagaimana?".

"Rencana gak akan berubah, Mas," jawabku parau.

"Gak berubah gimana. Kalau kamu berhenti kerja, kamu gak akan dapet gaji. Lalu, rencana kita yang mau mengumpulkan uang sama-sama, emang bisa?".

Nafasku tercekat. Kutatap lekat-lekat wajahnya yang sekarang sibuk memegang smartphone-nya.

"Aku bisa mencari uang dari rumah, Mas. Bunda sudah mengijinkan aku untuk berhenti bekerja".

"Sudahlah. Kamu gak akan bisa maksimal cari uang kalau dari rumah. Lupakan saja rencana kita. Kita jalani saja apa adanya". Tanpa pamit, ia meninggalkan pembicaraan ini.

Sakit sekali melihat tingkahnya. Namun kutahan tangis yang sudah menggenangi sudut mata.

***

Al-Quran mungil pemberian Almarhum Ayah baru saja kutaruh kembali ke sudut ranjang kamarku. Sepertiga malam ini begitu tenang. Kupasrahkan semuanya. Kutengadahkan tangan memohon ampunan Allah Ta'ala.

Hubunganku dan Mas Bara sudah berakhir sebulan lalu. Mas Bara memutuskan untuk mengakhiri hubungan, setelah berminggu-minggu lamanya menggantung.

Masih terngiang jelas ditelinga, kata-kata Mas Bara, yang membuat hidupku seolah sudah berakhir saat itu.

"Maafkan Mas. Ibu Mas bilang, Mas harus mapan dahulu kalau mau melamar anak orang. Lagian, kamu juga kan sudah tidak bekerja lagi. Jadi Mas sendiri yang harus berusaha untuk mewujudkan masa depan. Tapi kalau kamu masih mau sama Mas, dua tahun lagi saja kita bicarakan masa depan kita".

Airmataku menetes. Namun, kali ini airmata yang turun adalah airmata bahagia. Ya.. Aku sangat mensyukuri semua yang sudah terjadi. Kuputuskan untuk tidak lagi menunggunya. Aku mencintainya, namun aku lebih memilih menuruti Bunda untuk tidak lagi berhubungan dengan Mas Bara.

Mulanya memang aku sangat bersedih. Murung setiap hari. Semangatku hilang. Dalam benakku, tak ada lagi bahagia. Mas Bara tega meninggalkanku hanya karena aku sudah menjadi wanita rumahan, pikirku..

Dalam kesedihanku, salah seorang sahabat muslimahku, membuka mataku lebar-lebar.  Ia menghiburku dengan nasihatnya yang sangat dalam.

"Ukhti, La Tahzan. Ayo segera Sholat Taubat. Memohon ampunan atas segala dosa yang sudah diperbuat selama ini. Lalu, lanjutkan dengan sholat Hajat. Pinta jodohmu hanya pada Allah swt. Bernadzarlah sesuatu, supaya Allah bisa melihat ikhtiarmu dalam menjemput jodoh. Dirikan sholat malam. InsyaAllah Ia akan segera mempertemukanmu dengan jodohmu," katanya sambil memelukku erat.

Aku seperti tersentak hebat. Aku merasa sangat malu kepada Allah. Aku yang sangat jarang mengingat-Nya dikala bahagia, dan selalu memohon belas kasihan-Nya jikalau sedih.

Dan akupun baru mengingat nadzar yang pernah kuucapkan dulu. Aku bernadzar untuk mengkhatamkan Al-Quran, sebagai ikhtiar dalam menjemput jodohku. Nadzar ini terlupakan sejak aku sibuk bekerja dan menjalani hubungan dengan Mas Bara. Mungkin, tertundanya jodohku, karena nadzar yang belum kupenuhi sejak lama. Betapa Allah Maha Pemberi Hikmah.

"Ya Rabb.. sudah kupenuhi nadzarku. Sudah kukhatamkan surat cinta-Mu malam ini. Betapa aku hanyalah makhluk-Mu yang rapuh. Aku memohon ampunan-Mu, dan meminta ridhomu. Hanya Engkau-lah Dzat Yang Maha Mengetahui Segala Sesuatu. Ya Allah.. Aku berpasrah pada-Mu dalam menanti datangnya jodohku. Jodoh yang telah Engkau pilihkan untuk kucintai. Dan aku akan selalu berproses untuk memantaskan diri sembari menjalani penantian ini. Jilbab panjangku bukan untuk menarik perhatian ikhwan semata. Aku bertaubat sepenuhnya demi mengharap ridho-Mu semata..."

'Dari Sahabat Nabi, Abdullah bin Mas'ud R.A : Barangsiapa yang mengkhatamkan Al-Qur'an, maka baginya doa yang mustajabah.'

*** end ***

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments0

CERITA HIDUP

Cerita hidup memang tak ada yg tau. Yah, paranormal sekalipun tidak akan bisa mengurai kejadian yang akan dialaminya sendiri.

Seperti kisah hidup salah seorang kerabat. Menikah di usia terbilang muda, yakni 21 tahun. Dirinya dinikahi secara baik2. Lelaki pilihannya juga terbilang pendiam dan tak banyak ulah. Ia sendiri memilih menjadi ibu rumah tangga saja seusai menikah, padahal sebelumnya ia memiliki pekerjaan.

Namun takdir berkata lain. Sejak lahir anak pertama, hidupnya berubah. Sang suami untuk pertama kalinya memukul dan menendangnya. Melakukan KDRT hanya karena kesalahan kecil.

Meski sempat ingin berpisah, namun melihat anak yang masih sangat kecil, ia mengurungkan niatnya. Ia masih menyimpan maaf, dan memperbanyak sabar, dengan harapan sang suami bisa kembali berperilaku baik.

Tetapi.. Ternyata Allah masih mengujinya.
Lahir anak kedua, KDRT masih terjadi. Ia masih diuji. Kesabarannya masih dipertanyakan banyak orang. Namun, cintanya kepada anak2 membuatnya kembali memaafkan sang suami.

Puncaknya, saat anak ketiga lahir, ia mulai curiga dengan perilaku sang suami. Banyak perubahan yang terjadi. Pulang larut malam, pergi keluar kota dengan alasan pekerjaan, dan lainnya. Instingnya sebagai seorang perempuan berkata lain.

Takdir seolah kembali menguji sabarnya. Sang suami ketahuan berselingkuh dengan gadis lain. Aku seolah ikut merasakan sakitnya. Apalagi saat puncak kemarahan dua insan itu terjadi, si suami menjatuhkan talak kepada istrinya, dan mengusirnya beserta ketiga anaknya dari rumah.

Sungguh, alangkah berdosanya suami yang melaukan kekerasan terhadap istri. Alangkah terkutuknya suami yang memperlakukan istri dengan buruk. Bukan hanya fisik, bahkan batinnya ikut tersiksa.

Tidakkah lelaki sadar, istrimu yang mengurus semua keperluanmu, mengandung anakmu, melahirkan, menyusui, hingga menjaganya siang dan malam. Bermalam2 kurang tidur, terlebih jika si anak sakit.

Sungguh, hanya Syurga yang mampu membalas jasanya. Hanya lelaki bodoh yang sampai tega memperlakukan istri yang berbakti kepada suami seperti itu.

Semoga Allah memberikan banyak kesabaran kepadamu, Yuk. Semoga engkau selalu diberi kekuatan, untuk menghadapi semua cobaan yg datang. Allah sudah menjanjikan surga, untuk para ibu yang dengan tulus merawat anak2nya hingga dewasa. Dan yakinlah, akan datang penyesalan yang teramat dalam, bagi orang2 yang menyakiti istri dan anak2nya, suatu saat nanti.

Untuk seseorang kelak yg Allah berikan untukku, aku akan tunjukkan tulisan ini kepadamu, agar engkau tahu, sejak saat ini aku belajar arti sebuah bakti kepada suami.

Kamar biru,
13 Januari 2016

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments0

KENANGAN BIRU

Hai.. Perasaan baru kemaren punya ini blog.. Emang sik, bukan blog pertama. Tapi kalo tak pikir-pikir, enakan di blog ini. Blog lama isinya tulisan patah hati semua 😂😂😂😂

Kai ini, mau tulis seputar kenangan aja.. Kenangan 4 tahun lebih jadi seorang jurnalis dan reporter. Dari Tabloid Monica, ke Sriwijaya Radio..

Dulu, menulis dengan gaya tabloid terbilang sudah jadi passion-ku. Alur lambat, dengan banyak basa-basi di awal cerita. Menggebu ditengah cerita, dan mengalir datar diujungnya. Ya, 3 tahun kuhabiskan waktuku bergumul dengan banyak kisah inspiratif, dalam mengisi halaman 'Kisah Nyata'.

Kuingat, ada satu ceritaku yg mengupas tentang salah satu penghuni lapas wanita. Mak Linggis, begitu ia disapa. Karena ia membunuh sang suami dengan linggis 😣😣😣 Alasannya, selama 39 tahun mereka menikah, selama itu pula ia mendapat perlakuan KDRT oleh suaminya. Dan puncaknya, ia marah karena tak tahan lagib terus disiksa, dan memukul serta membelah kepala suaminya dengan linggis, dan.. dan... dan saya pun bergidik ngeri krn wawancara dengan beliau itu sendirian 😱😱😱

Cerita lain, saat aku mewawancarai salah seorang pelukis muda berbakat, Eliza Dewi, kala ia membuka pameran lukisan perdananya. Sekilas, kulihat lukisannya tak beraturan. Tak ada yg menarik, menurutku. Namun, saat berbincang dengannya, aku merasa bodoh krn memang tak mengerti lukisan 😞😞😞 lukisan dua wanita dengan satu kepala utuh dan satunya dibalik dinding, menggambarkan dirinya yang takut jika dimarahi orangtua. Lucu, tapi bener itu 😁😁

Sungguh, perjalanan ini sangat mengesankan. Namun, adanya kegagalan besar itu, membuat semangatku hilang. Aku memilih berhenti dan pergi sejenak, meninggalkan tanah kelahiran. Tanpa pikir panjang, dengan harapan bisa membuang semua kesakitan dan airmata, dilaut biru.

Pulang dari pulau impian, aku kembali memasuki dunia jurnalis. Reporter radio.

Lebih asyik ternyata, awalnya. Meski seingatku 3 kali masuk UGD krn maag kronis yg kambuh, tapi kenangan2 terbaik tetap ada diperjalanan ini.

Jurnalis dengan berita harian, aku dituntut harus mengejar waktu (padahal pengennya sikk ngejar kamu *eh 😂😂).

Meliput kebakaran, aku harus rela untuk berpanas ria, seperti kebakaran di 3-4 ulu, 36 ilir, di parameswara sepanjang tahun lalu. Kisah inspiratif, aku terpaksa naik mobil pemadam kebakaran dilokasi kejadian, untuk bisa mengambil video dan foto  karena lokasi yang berada ditengah pemukiman padat penduduk. Kubilang kisah inspiratif, karena sejak itu aku sadar, aku harus tahu cara naik dan turun dari mobil pemadam, bukannya cuma bisa naik tapi tak bisa turun 😨😨😨alhasil, aku harus merepotkan temen2 jurnalis lain untuk membantuku turun *malupisan 😔😔😔

Satu lagi cerita 'ngenes' lainnya, saat aq meliput pembongkaran kios tak bersertifikat di pasar 10 ulu. Pembongkaran dilakukan dengan menggunakan eskavator. Aku yg memang fokus meliput, mengambil video dan foto, tak sadar kalau sudah berada diantara kerumunan pemilik kios yang menghadang eskavator. Suasana ricuh, dan aku berada diantara kericuhan itu 😱😱😱 dan pada akhirnya, pasukan Pol PP menyelamatkanku dengan menaikkanku ke atas eskavator 😅😅😅

Sungguh, begitu banyak kisah yang tercipta. Begitu banyak cerita, yang bisa kubagi kesemua orang.

Pada akhirnya, pekerjaan ini mengantarkanku pada keletihan 😢😢 fisik yg memang tidak terlalu kuat, dibombardir dengan deadline berita, membuatku terjatuh dan tak bisa bangkit lagi 😐😐😐 Keluar masuk UGD, itu kuanggap sudah biasa. Tapi puncaknya,  saat aku mengalami kecelakaan dijalan raya, akibat mengantuk tetapi sedang mengejar deadline.

Muka rusak krn lebam. Hidung tak seberapa ini ikut jadi korban, goresan merah tercipta diatas tulang rawan. Dada terhempas stang motor yang beradu kambing dengan buntut mobil. Tangan dan kaki yang lecet2, melengkapi penderitaan.

Baru kusadari, aku keletihan. Fisikku semakin melemah krn terus2an diforsir.

4 Januari 2016, setahun lebih jadi reporter, dengan berat hati kulepaskan.. Aku pahami, pilihan ini sulit. Krn aq sangat mencintai pekerjaanku.. Namun, ada orang yang lebih mencintaiku. Ya, keluarga lebih berarti dari sekedar mengejar deadline.

Bagiku, kenangan ini menjadi kenangan biru dalam catatan hidup. Jika orang bertanya, bagaimana cita-citamu, aku dengan santai bisa menjawab, "Sudah kugapai 😊😊😊".

Sejak kecil impianku jauh dari orang2 lainnya yang dominan pingin jadi dokter, arsitek, dll. Nurul kecil selalu bercita2 menjadi seorang wartawan, karena hobi membaca koran yg dibeli almarhum Papa. Nurul kecil berfikir, akan sangat membanggakan jika bisa meliput Papa yang berhasil menangkap penjahat!

Goodbye my adventure...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments0